Banyak PJTKI Jateng Dapat “Nilai Merah”
Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Jawa Tengah menilai, cukup banyak perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) di wilayah itu mendapat “nilai merah”.Menurut Kepala BP3TKI Jateng, AB Rahman, di Semarang, Rabu (24/11), pihaknya telah melakukan survei terhadap sekitar 50 PJTKI di Jateng, dan hasilnya banyak PJTKI yang tidak memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan.
“Terutama, dari fasilitas balai latihan kerja (BLK) yang dimilikinya, mulai dari ketersediaan alat, jam latihan, dan instruktur yang belum memenuhi persyaratan dan kualifikasi yang ditentukan,” katanya.
Ia menyebutkan, survei tersebut baru dilakukan terhadap PJTKI yang ada di wilayah Kendal, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang. Survey dilakukan pada 24 unit PJTKI dan sekitar 542 PJTKI cabang di Jateng.
“Dari survei kami, rata-rata PJTKI cabang mendapatkan ‘nilai merah’ karena pelatihan dan penyiapan yang dilakukan kepada calon TKI tidak maksimal, termasuk dari penyediaan instruktur TKI yang tidak kompeten,” katanya.
Ia mencontohkan, dalam hal ketersediaan alat untuk latihan. Banyak BLK-BLK yang dimiliki PJTKI memang memiliki alat, namun saat dilakukan pengecekan ternyata kondisi peralatan tersebut masih terbungkus plastik.
“Ini berarti menunjukkan mereka (PJTKI, red.) tidak pernah menggunakan alat itu, bahkan ada pula BLK PJTKI yang sama sekali tidak memiliki peralatan. Padahal, latihan ini penting bagi calon TKI,” kata AB Rahman.
Berdasarkan faktor jam latihan, kata dia, sesuai kurikulum yang ditentukan TKI setidaknya harus mendapatkan pelatihan selama 200 jam, namun banyak PJTKI yang tidak melakukan pelatihan sesuai ketentuan itu.
“Mereka mengaku sudah memenuhi pelatihan sesuai jam yang ditentukan, tetapi setelah kami cek ternyata tidak memenuhi. Apalagi, untuk TKI ke Hongkong dan Taiwan beban jam latihannya lebih banyak,” katanya.
Menurut AB Rahman, kondisi itu tentunya berpengaruh terhadap penyiapan TKI sebelum ditempatkan, dan kesiapan TKI itulah yang selama ini menjadi penyebab banyaknya permasalahan yang dialami para TKI di luar negeri.
“Kalau penyiapan TKI benar-benar dipersiapkan baik, setidaknya bisa meminimalisir terjadinya masalah yang dialami TKI di negara penempatan, namun selama ini proses penyiapan di PJTKI memang kurang,” katanya.
Upaya penyiapan TKI tersebut, kata dia, memegang peranan sekitar 80 persen dalam upaya perlindungan TKI, sebab dengan berbagai persiapan itu diharapkan para buruh migran minimal bisa melindungi dirinya sendiri.
“Sebagai contoh TKI yang buta huruf, mereka tentunya tidak memiliki kemampuan melindungi diri sendiri. Mau bertanya masalah kontrak misalnya, mereka minder, sebab mereka tidak bisa membaca atau menulis,” kata Rahman.
Ia mengatakan, kondisi itu tentunya menimbulkan problem, belum bisa menghadapi tugas sehari-hari, dan tidak tahu tentang apa yang diperintahkan majikan.
“Kalau majikannya sabar tidak masalah, tetapi bagaimana jika tidak,” katanya.
Pihaknya terus mengupayakan penyiapan calon TKI secara baik, antara lain bekerja sama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terkait sertifikasi terhadap para instruktur TKI.
http://kampungtki.com/baca/22358
Tidak ada komentar:
Posting Komentar